“Ada satu ucapannya yang tak pernah saya lupakan ‘he, kenapa sih kamu kok gendut dan hitam?”, begitulah “celaan” habibie kepada ainun semasih mereka duduk di bangku smp. Mereka memang sudah saling mengenal semenjak smp, namun rasa cinta Habibie mungkin baru muncul setelah mereka dipertemukan lagi beberapa tahun kemudian sepulang habibie dari jerman untuk liburan. “Kok gula jawa sudah jadi gula pasir” ungkapan habibie ketika dipertemukan kembali dengan ainun pada malam takbiran 7 Maret 1962.
Dan tahukah anda bagaimana seorang sekaliber Habibie yang super jenius ketika “menembak” ainun. “Ainun maafkan sebelumnya, jikalau saya mengajukan pertanyaan yang mungkin dapat menyinggung perasaanmu. Saya tidak bermaksud untuk mengganggu rencana masa depanmu. Apakah Ainun sudah memiliki kawan dekat?” habibie mengungkapkan perasaannya ketika sedang jalan-jalan bersama ainun menonton film di bandung. Ehmm, sebuah ungkapan yang sederhana, ga ribet, to the point (perlu dicopas sepertinya, hehehe..).
Pacaran mereka hanya hitungan bulan, karena habibie harus kembali ke jerman dan dalam waktu yang tidak terlalu lama akhirnya mereka menikah. Disinilah awal dimulainya pengorbanan seorang ainun, dia yang seorang dokter dan sedang meneruskan pendidikan spesialis anak memutuskan berhenti dari pekerjaannya dan ikut mendampingi suaminya di Jerman. Dia yang berasal dari keluarga terpandang mau menerima pinangan seorang habibie yang waktu itu bukan siapa-siapa, hanya seorang asisten profesor di Jerman. Tapi mungkin pengorbanan inilah yang kemudian memacu semangat Habibie untuk berkarya lebih baik lagi dan “membayar” apa yang telah Ainun korbankan untuknya.
Cerita-cerita selanjutnya adalah kisah perjalanan hidup Habibie baik ketika masih di jerman maupun ketika dipanggil pulang ke Indonesia oleh Presiden Suharto. Bagaimana pada awal-awal pernikahannya, kondisi keuangan mereka sangat tipis sehingga mengharuskan habibie untuk pindah ke luar kota untuk dapat menyewa apartemen yang lebih murah. Jikalau habibie pulang ketika dalam keadaan hujan, dia harus berjalan kaki dengan payung dan sepatu yang diberi alas kertas. Ainun kemudian menunggunya dengan memandang dari jendela menantikan kedatangannya walaupun di luar hujan, dingin dan gelap (what a romantic moment).
“Maafkan kemampuan saya hanya ini saja”. Begitulah ucap habibie ketika mmenghadiahkan sebuah mesin jahit ketika ulang tahun istrinya yang ke -25. Ainun kemudian menciumnya dan berkata “kamu sudah memberi saya yang lebih indah dari semuanya yang kamu tak dapat bayangkan.” Ainun menerangkan maksudnya malam itu bahwa dia sedang mengandung anak mereka yang pertama.
Bagian-bagian selanjutnya kemudian menceritakan karir habibie sebagai insinyur di Jerman. Bagaimana dia bergabung dan menjadi pimpinan di perusahaan kereta api kemudian memimpin perusahaan pesawat terbang. Selanjutnya diceritakan bagaimana Presiden Suharto memanggilnya untuk membangun industri strategis di negara ini dan mengembangkan SDM Indonesia menjadi berkelas dunia. Kita tentunya sudah akrab dengan berbagai karya dari sang Profesor, pesawat CN 235 Tetuko dan yang fenomenal adalah pesawat N 250 Gatotkaca. Menjadi fenomenal karena saat itu pesawat ini adalah pesawat paling canggih di kelasnya dengan mengaplikasikan teknologi terbaru. Namun sayang, krisis 1998 memaksa proyek ini harus berhenti atas saran dari IMF meskipun dalam keputusan penghentian ini terselip kepentingan asing untuk menghapus salah satu pesaing dalam industri pesawat terbang.
Cerita menarik lainnya adalah ketika Ainun berada di Jakarta dan pada tanggal 23 Maret 2010 diperiksa MRI. Ketika itulah Ainun diketahui mengidap kanker ovarium stadium 3 atau 4. Padahal sekitar 6 jam kemudian mereka merencanakan akan berangkat ke Singapura dan berlayar dengan kapal pesiar Queen Victoria. Seketika itu, Habibie memutuskan untuk kembali ke Jerman secepatnya. Habibie menelepon kedubes Jerman meminta kebijakan agar visanya bisa dipercepat dan dipermudah, dan dubes Jermanpun menyanggupinya. Masalah selanjutnya adalah tiket penerbangan, penerbangan langsung ke Jerman hari itu sudah penuh. Habibie kemudian menelepon kepala perwakilan lufthansa jakarta dan menjelaskan keadaan istrinya. 15 menit kemudian kepala perwakilan lufthansa menelepon balik dan memberitahu bahwa 6 tiket tersedia. Ternyata selama 15 menit itu kepala perwakilan lufthansa menelepon 6 orang penumpang, menjelaskan kondisi ibu ainun dan secara sukarela 6 orang tersebut membatalkan perjalanannya, dan keenamnya bukan warga negara indonesia (thumbs up for all those people).
Setelah dirawat intensif di Jerman selama 2 bulan akhirnya pada tanggal 22 Mei 2010 Ainun meninggal setelah Habibie mengikhlaskan kepergiannya dengan menolak rencana operasi ke-13. Sejak saat itu habibie terpisah secara fisik dengan Ainun, namun seperti yang Habibie tulis dalam bukunya bahwa mereka telah manunggal jiwa sepanjang masa dalam langit semesta dalam cinta yang tulus, murni, suci, sejati dan sempurna.
“Behind every great man there’s a great woman”. Setidaknya buku ini telah membuktikan bahwa pepatah itu bukanlah sebuah hipotesis lagi, dia telah terbukti melalui sebuah kajian empiris kehidupan Habibie dan Ainun.
I Wayan Agus Eka