Kemudahan Berusaha dalam UU Cipta Kerja
Posted by I Wayan Agus Eka on December 7, 2020

Tepat pada tanggal 2 November 2020, RUU Cipta Kerja resmi telah disahkan dan diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Cita-cita besar bangsa untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur menjadi latar belakang utama disusunnya undang-undang ini. Sehingga tidaklah mengherankan apabila Omnibus Law ini kemudian mengamandemen dan berdampak pada lebih dari 70 undang-undang.
Mengingat peran strategisnya dalam perekonomian nasional, perpajakan tentunya tidak luput dari pengaturan dalam UU Cipta Kerja. Tercatat ada 3 Undang-Undang terkait perpajakan Pemerintah Pusat yang terdampak UU Cipta Kerja yaitu undang-undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), PPh dan PPN/PPnBM. Perubahan dalam UU terkait perpajakan ini dituangkan dalam klaster kemudahan berusaha bersama dengan undang-undang lainnya antara lain di bidang keimigrasian, paten, perseroan terbatas, dan BUMN.
Ada 4 tujuan utama dalam UU Cipta Kerja klaster perpajakan yaitu peningkatan pendanaan investasi, mendorong kepatuhan Wajib Pajak secara sukarela, meningkatkan kepastian hukum serta menciptakan keadilan iklim berusaha di dalam negeri. Tujuan-tujuan ini kemudian diimplementasikan dalam penyempurnaan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU di bidang KUP, PPh, dan PPN/PPnBM.
Kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan dana dalam rangka investasi diwujudkan dengan mengubah perlakuan pajak atas dividen dan penghasilan dari luar negeri serta penurunan tarif PPh Badan. Terkait dividen, apabila selama ini dividen yang berasal dari WP Badan Dalam Negeri dengan penyertaan modal dibawah 25% dikenakan PPh maka dengan UU Cipta Kerja ini dividen tersebut dikecualikan dari objek pajak tanpa melihat persentase kepemilikan. Begitupula untuk dividen yang diterima oleh orang pribadi dalam negeri yang selama ini dikenakan tarif PPh Final sebesar 10% menjadi tidak dikenakan PPh sepanjang diinvestasikan di wilayah NKRI. Untuk memberikan kesetaraan, UU Cipta Kerja juga memberikan pengecualian sebagai objek pajak atas dividen dari luar negeri, penghasilan setelah pajak dari bentuk usaha tetap di luar negeri, serta penghasilan dari luar negeri lainnya dengan prinsip utama sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha di wilayah NKRI dan beberapa syarat-syarat lainnya.
Kebijakan terkait penurunan tarif PPh Badan sejatinya tidak diatur dalam UU Cipta Kerja, namun telah diatur dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sebagaimana telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan UU Nomor 2 Tahun 2020. Meskipun diatur secara terpisah, kebijakan penurunan tarif PPh Badan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi beban pajak dari WP Badan dan diharapkan penurunan beban pajak ini dapat menjadi sumber dana investasi bagi perusahaan. Dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tersebut diatur mengenai penurunan tarif PPh Badan secara bertahap dari yang semula sebesar 25% menjadi sebesar 22% di tahun 2020 dan 2021, untuk selanjutnya turun lagi menjadi 20% mulai tahun 2022 dan seterusnya. Khusus untuk perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa (go public) dapat menikmati pengurangan tarif lanjutan sebesar 3% sehingga tarif pajak efektifnya bisa menjadi 17% dimulai tahun 2022.
Dalam rangka mencapai tujuan kedua yaitu mendorong voluntary compliance, UU Cipta Kerja memberikan dua kebijakan yaitu relaksasi pengkreditan pajak masukan serta pengaturan ulang sanksi administrasi pajak dan imbalan bunga. Beberapa ketentuan mengenai pengkreditan pajak masukan yang seringkali dipandang mencederai aspek keadilan diberikan relaksasi antara lain dimungkinkannya Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk mengkreditkan pajak masukan sebelum dikukuhkan sebagai PKP. Selain itu, apabila selama ini PKP yang belum melakukan penyerahan terutang PPN hanya dapat mengkreditkan barang modal saja, maka dengan UU Cipta Kerja ini diberikan relaksasi dapat mengkreditkan seluruh BKP/JKP meskipun belum melakukan penyerahan terutang PPN.
Perubahan yang cukup signifikan terdapat dalam mekanisme pengenaan sanksi administrasi pajak dan imbalan bunga. Hal ini merupakan respon dari isu keadilan dalam pengenaan sanksi administrasi yang pada ketentuan sebelumnya tidak memperhatikan jenis dan tingkatan kesalahan Wajib Pajak. Sebagai contoh, Wajib Pajak yang melakukan pembetulan SPT secara voluntary dikenakan sanksi bunga yang sama besarnya (2%) dengan Wajib Pajak yang diterbitkan surat ketetapan pajak dalam proses pemeriksaan. Dalam UU Cipta Kerja, pengenaan sanksi bunga dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah dengan uplift factor sesuai dengan tingkat kesalahan administrasinya. Dengan pembedaan besaran sanksi administrasi sesuai dengan level kesalahan diharapkan dapat mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
UU Cipta Kerja klaster perpajakan juga dibuat dalam rangka meningkatkan kepastian hukum. Beberapa ketentuan dalam UU sebelumnya yang bersifat multitafsir atau sama sekali belum diatur kemudian dipertegas dalam UU Cipta Kerja. Ketentuan tersebut antara lain mengenai pengaturan subjek pajak PPh dalam kaitannya dengan status kewarganegaraan, perlakuan PPh bagi WNA yang memiliki keahlian tertentu, pengenaan PPN atas batubara, penerapan sanksi pidana perpajakan sebagai ultimum remidium dengan menghapus ketentuan mengenai penerbitan ketetapan pajak atas putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap, serta penegasan mengenai daluwarsa penerbitan surat tagihan pajak (STP).
Terwujudnya keadilan iklim berusaha di dalam negeri dengan memberikan kesetaraan perlakuan pajak (level playing field) bagi seluruh pelaku ekonomi (baik di dalam maupun luar negeri) juga menjadi perhatian utama. Dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 hal ini diwujudkan dengan pengaturan mengenai pemajakan atas transaksi elektronik dengan menunjuk platform untuk memungut PPN dan mengenakan PPh/pajak transaksi elektronik atas subjek pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan. Sementara itu dalam UU Cipta Kerja dilakukan pengaturan mengenai kewajiban untuk mencantumkan NIK dalam faktur pajak atas pembeli yang tidak memiliki NPWP. UU Cipta Kerja merupakan upaya negara untuk mewujudkan hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Ketentuan-ketentuan dalam UU Cipta Kerja klaster perpajakan lebih menonjolkan peranan pajak untuk mempengaruhi perilaku para pelaku kegiatan ekonomi (regulerend) dibandingkan peranannya sebagai sumber penerimaan negara (budgeteir). Melalui pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja klaster perpajakan, para pelaku kegiatan ekonomi diberikan kemudahan dan insentif dalam melakukan kegiatan usahanya sehingga diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dan berkeadilan yang pada gilirannya mampu menciptakan lapangan kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh komponen bangsa.
I Wayan Agus Eka
Tulisan ini dimuat pada harian Timor Express Edisi 7 Desember 2020
Leave a Reply