Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Jasa Rumah Sakit
Posted by I Wayan Agus Eka on February 20, 2016
PENDAHULUAN
Dasar hukum penghitungan pengkreditan pajak masukan diatur dalam pasal 9 ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang PPN s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) yang menyebutkan bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.Dengan demikian, apabila Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan yang terutang dan tidak terutang maka Pajak Masukan yang terkait dengan kedua penyerahan tersebut tidak seluruhnya dapat dikreditkan. Pertimbangan utama pengaturan ini, sebagaimana diuraikan dalam penjelasan pasal 9 ayat (6) UU PPN, adalah untuk memberikan kemudahan dan kepastian kepada Pengusaha Kena Pajak.
Dalam praktik di lapangan terdapat beberapa jenis kegiatan usaha yang melakukan penyerahan baik yang terutang pajak maupun tidak terutang pajak. Tulisan ini akan mengulas permasalahan yang timbul dalam penghitungan pengkreditan pajak masukan pada jasa rumah sakit.
KETENTUAN TERKAIT
Ketentuan pelaksanaan pasal 9 ayat (6) UU PPN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 78/PMK.03/2010 Tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak s.t.d.t.d. PMK-135/PMK.011/2014 (PMK-78). Pasal 1 angka 6 PMK-78 menjelaskan bahwa Penyerahan yang Terutang Pajak adalah penyerahan barang atau jasa yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak termasuk penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B UU PPN. Sementara Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak (Pasal 1 angka 7 PMK-78) adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A UU PPN dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B UU PPN.
Secara umum, sebagaimana dijelaskan pada romawi I lampiran PMK-78, perlakuan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak terbagi menjadi tiga sebagai berikut:
- Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan seluruhnya.
- Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan seluruhnya.
- Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP yang belum dapat dipastikan penggunaannya untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, tidak seluruhnya dapat dikreditkan. Pengkreditannya menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
Adapun pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan diatur pada pasal 3 PMK-78 sebagai berikut:
P= PM x Z
dimana:
P | : | jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan |
PM | : | jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak |
Z | : | persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya |
Dengan demikian, Pajak Masukan yang terkait baik dengan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak tidak seluruhnya dapat dikreditkan dan harus dihitung secara proporsional.
JASA RUMAH SAKIT
Pengenaan PPN atas jasa rumah sakit merujuk pada pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN yang mengatur bahwa jasa pelayanan kesehatan medis termasuk dalam kategori jasa yang tidak dikenai PPN. Penjelasan pasal ini secara eksplisit menyebutkan bahwa jasa rumah sakit termasuk dalam kategori jasa pelayanan kesehatan medis yang tidak dikenai PPN. Namun demikian, kriteria dan/atau rincian jasa yang masuk kategori jasa rumah sakit yang tidak dikenai PPN belum diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana diamanatkan pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012.
Dengan belum diaturnya perincian jasa rumah sakit dalam peraturan perpajakan, maka definisi/rincian jasa rumah sakit dapat merujuk pada peraturan yang dikeluarkan instansi lain yang berwenang yang dalam hal ini adalah Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri KesehatanNomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal RS menyebutkan jenis pelayanan minimal rumah sakit yang wajib disediakan meliputi:
- Pelayanan gawat darurat
- Pelayanan rawat jalan
- Pelayanan rawat inap
- Pelayanan bedah
- Pelayanan persalinan dan perinatologi
- Pelayanan intensif
- Pelayanan radiologi
- Pelayanan laboratorium patologi klinik
- Pelayanan rehabilitasi medik
- Pelayanan farmasi
- Pelayanan gizi
- Pelayanan transfusi darah
- Pelayanan keluarga miskin
- Pelayanan rekam medis
- Pengelolaan limbah
- Pelayanan administrasi manajemen
- Pelayanan ambulans/kereta jenazah
- Pelayanan pemulasaraan jenazah
- Pelayanan laundry
- Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit
- Pencegah Pengendalian Infeksi
Dengan melihat jenis pelayanan diatas, maka jasa rumah sakit yang tidak dikenakan PPN meliputi jenis-jenis pelayanan tersebut.
Namun demikian, dalam kenyataannya Rumah Sakit tidak hanya melakukan fungsi pelayanan tersebut yang atas penyerahannya bukan merupakan objek PPN. Rumah Sakit pada umumnya memiliki instalasi farmasi yang pada kenyataannya tidak hanya melayani pasien rawat inap namun juga pasien rawat jalan. Dalam hal instalasi farmasi tersebut hanya melayani kebutuhan pasien rawat inap maka penyerahan obat oleh instalasi ini masih dalam kerangka penyerahan jasa rumah sakit yang bukan merupakan objek PPN. Namun dalam hal instalasi farmasi ini juga melayani atau menjual obat kepada pasien rawat jalan maka instalasi ini pada prinsipnya sama dengan apotik yang atas penyerahan obat-obatannya harus dipungut PPN. Hal ini telah ditegaskan pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-06/PJ.52/2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penggantian Obat di Rumah Sakit (SE-06).
PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN JASA RUMAH SAKIT
Penegasan pada SE-06 tersebut menegaskan bahwa Rumah Sakit pada umumnya melakukan dua jenis penyerahan secara sekaligus yaitu penyerahan yang tidak terutang pajak atas jasa rumah sakit dan penyerahan terutang pajak atas penyerahan obat-obatan kepada pasien rawat jalan pada instalasi farmasi. Dengan demikian, Pajak Masukan yang berasal dari pembelian obat yang tidak dapat dipisahkan secara pasti untuk penyerahan yang terutang dan tidak terutang, tidak dapat dikreditkan seluruhnya dan harus dihitung dengan menggunakan pedoman sebagaimana diatur pada PMK-78.
PMK-78 mengatur bahwa formula penghitungan pengkreditan pajak masukan untuk usaha yang melakukan penyerahan terutang pajak dan tidak terutang pajak adalah:
P=PM X Z
Untuk jasa rumah sakit, P adalah jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan sementara PM merupakan pajak masukan yang dibayar Rumah Sakit pada saat pembelian obat.
Definisi P dan PM pada pengaplikasiannya untuk jasa Rumah Sakit sudah cukup jelas dan tidak ada perdebatan mengenai hal ini. Namun demikian, permasalahan akan timbul ketika berbicara mengenai bagaimana mendapatkan nilai Z. Berdasarkan definisi, Z merupakan perbandingan antara Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya. Agar lebih jelas, penulis membuat notasi baru untuk mendefinisikan Z sebagai berikut
Z = X / Y
X mewakili jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak sementara Y adalah jumlah penyerahan seluruhnya.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, penyerahan yang terutang pajak untuk jasa rumah sakit adalah penyerahan obat rawat jalan pada instalasi farmasi. Dengan demikian nilai X adalah jumlah seluruh penyerahan obat rawat jalan pada instalasi farmasi rumah sakit.
Berbeda dengan penentuan definisi/nilai X, menentukan nilai Y menimbulkan interpretasi tersendiri. Praktik di lapangan menunjukkan bahwa sebagian Rumah Sakit mendefinisikan Y sebagai jumlah penyerahan obat keseluruhan baik untuk pasien rawat jalan (instalasi farmasi) maupun pasien rawat inap. Apabila merujuk definisi Z pada PMK-78, Y adalah penyerahan seluruhnya. Definisi penyerahan seluruhnya ini adalah seluruh penyerahan baik yang terutang pajak maupun tidak terutang pajak. Penyerahan terutang pajak untuk jasa rumah sakit adalah penjualan obat rawat jalan pada instalasi farmasi sementara penyerahan tidak terutang pajak adalah penyerahan jasa rumah sakit yang tidak dikenakan PPN sebagaimana diatur dalam pasal 4A UU PPN. Penyerahan tidak terutang pajak ini tidak hanya mencakup penyerahan obat untuk pasien rawat inap saja namun total keseluruhan penyerahan/jasa yang dilakukan rumah sakit sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008. Dengan demikian, nilai Y merupakan total penyerahan yang dilakukan rumah sakit yang meliputi penyerahan obat untuk pasien rawat jalan (terutang PPN), penyerahan obat untuk pasien rawat inap (tidak terutang PPN) dan penyerahan jasa rumah sakit yang bukan merupakan objek PPN seperti pelayanan dokter umum, dokter spesialis, laboratorium, rotgen dll.
Analisa pada paragraf sebelumnya menjelaskan bahwa nilai Y bukan merupakan total penyerahan obat saja (baik dari instalasi rawat jalan maupun rawat inap) namun total seluruh penyerahan atau peredaran usaha rumah sakit. Alasan lain yang juga mendasari hal ini adalah karena penyerahan obat untuk pasien rawat inap menjadi tidak terutang PPN karena penyerahan obat ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penyerahan jasa rumah sakit yang dikecualikan dari pengenaan PPN (sebagaimana ditegaskan pada SE-06). Penyerahan obat rawat inap sangat terkait dengan penyerahan jasa rumah sakit/jasa medis, karena tidak mungkin rumah sakit dapat melakukan jasanya tanpa memberikan obat kepada pasien. Dengan demikian, total penyerahan yang digunakan dalam menghitung pengkreditan pajak masukan jasa rumah sakit tidak hanya harus memasukkan unsur penyerahan obat saja namun juga unsur penyerahan jasa rumah sakit lainnya yang menjadi faktor penentu apakah penyerahan obat tersebut merupakan objek PPN atau tidak.
Ilustrasi Kasus
Rumah sakit “Evia Hospital” memiliki data-data untuk penghitungan pengkreditan pajak masukan sebagai berikut:
PM pembelian obat : Rp1.000juta
Penjualan obat rawat jalan : Rp500juta
Penjualan obat rawat inap : Rp1.500juta
Peredaran usaha jasa rumah sakit : Rp48.000juta (tidak termasuk penjualan obat rawat jalan dan rawat inap)
Berdasarkan data tersebut maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh “Evia Hospital” adalah:
P= 1.000juta x 500juta/(500juta+1.500juta+48.000juta)
P sebesar Rp10juta
SIMPULAN
Terkait perlakuan PPN, jasa rumah sakit pada umumnya melakukan dua jenis penyerahan yaitu penyerahan yang terutang PPN dari penyerahan obat rawat jalan pada instalasi farmasi dan penyerahan tidak terutang PPN berupa penyerahan jasa rumah sakit yang didalamnya termasuk penyerahan obat rawat inap. Dengan adanya dua penyerahan ini, pajak masukan dari pembelian obat harus dilakukan penghitungan kembali secara proporsional dengan menggunakan persentase antara penyerahan terutang pajak dengan total penyerahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
P= PM x X/Y
dimana
P | : | jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan |
PM | : | jumlah Pajak Masukan atas perolehan obat |
X | : | jumlah penyerahan obat untuk pasien rawat jalan oleh instalasi farmasi |
Y | : | jumlah seluruh penyerahan yang meliputi penyerahan obat rawat jalan, obat rawat inap, penyerahan jasa rumah sakit (jasa dokter, laboratorium, kamar, dll). |
Just my 2 cents, valuable comments are highly appreciated.
Semoga pikiran suci datang dari segala penjuru
I Wayan Agus Eka
Bayu said
Setuju Bli Gosenk..
Misal ilustrasi begini bli:
RS Evia
Omzet total : 13M
Penjualan obat rawat jalan: 1M
Persewaan ruangan untuk kios/doktr/apotek: 3M
Pendapatan pemasangan bilboard iklan obat2an : 1M.
Wajib PKP?
I Wayan Agus Eka said
Wajib Je, ya meskipun bakal banyak penolakan, tp itu udah diluar jasa rumah sakit, ga bisa ngelak lg menurutku
satria said
punapi gatra bli goseng ? suksma share ilmunya.
cuma ada hal mendasar yg masih belum bisa saya pahami. bagaimana penyerahan obat (BKP) dalam rawat inap bisa dianggap sebagau sebuah kesatuan ? tentunya krn sbg suatu kesatuan masuk dmemenuhi kriteria jasa kesehatan/medis (tidak kena PPN)
I Wayan Agus Eka said
Halo, kabar baik satria
Memang aturan pajak dibawah UU tentang apa saja yang mencakup jasa kesehatan belum ada, sehingga interpretasinya masih mengacu ke peraturan tentang kesehatan.
Argumentasi mengapa penyerahan obat rawat inap tidak kena PPN adalah karena ga mungkin dokter menyembuhkan pasiennya (menyerahkan jasa kesehatan) tanpa memberikan obat. Logikanya menurutku sesederhana ini tp implikasinya perpajakannya besar karena penyerahan obat menjadi bagian dari penyerahan jasa kesehatan.
arifuddin said
Apakah ppn atas pembelian oksigen bisa dikreditkan dalam bisnis rumah sakit?
I Wayan Agus Eka said
Tidak bisa pak,krn itu terkait penyerahan jasa rumah sakit yg tidak terutang ppn
arifuddin said
Maaf pak. PPN masukan atas pembelian oksigen oleh usaha rumah sakit dapat dikreditkan mengingat oksigen itu diapakai oleh rawat inap maupun rawat jalan walaupun prosentase raway jalan lebih sedikit. Mohon tanggapannya.
I Wayan Agus Eka said
Tetap jg ga bisa dikreditkan pak, apakah mereka yg rawat jalan dikenakan ppn pak atas jasa rawat jalannya? Ga kan, jadi krn oksigen ini digunakan untuk penyerahan jasa medis baik rawat inap atau jalan yg bukan merupakan objek ppn maka dia menjadi tidak dapat dikreditkan
Kalung Chandra said
Bli, bole sy bertanya..
Bagaimana untuk penyerahan obat untuk rawat jalan BPJS dimana BPJS dallas hal ini mendasarkan tarif tetap pada suatu case perawatan (dlm hal ini mksdnya adalah RS dibayar berdasarkan suatu tarif tétap yang di dalamnya sudah termask jasa dokter, obat, dsb. contoh : Si A diindikasi oleh dokter menderita penyakit “B” yang hanya perlu dirawat jalan. si A dalam hal ini menggunakan BPJS. oleh BPJS penyakit “B” diklasifikasikan dalam kelompok yang dibyar Rp 161.500, dalam hal ini RS juga memberi obat sebagaimana yang diresepkan oleh dokter. atas praktik ini, bagaimana pengenaan pajar PPNnya? karena tidak memungkinkan untuk menghitung secara break out. Mohon panduannya
I Wayan Agus Eka said
Saya masih awam masalah BPJS ini. Dianggap saja misalnya Rp161.500 ini semuanya berupa obat rawat jalan, dalam hal ini apakah jumlah yang ditagih ke BPJS adalah termasuk PPN obat itu? jadi yang ditagih ke BPJS adalah 110% dari Rp161.500 atau jumlah Rp161.500 ini sudah merupakan 110%nya? atau tidak justru tidak ada unsur PPN karena tagihan ke BPJS itu prinsipnya adalah klaim asuransi?
hajranty said
setelah dibuat presentase nya, gimana cara input di e fakturnya gan? saya bingung karena dari ktr pajak bilang harus input sesuai FPM ga boleh beda , trs presentasenya gimana?mohon penjelasannya
I Wayan Agus Eka said
Kalo ga salah di lampiran AB SPT PPN ada kolom penghitungan kembali pajak masukan, silakan masukkan di sana. Lebih jelas silakan dibaca lg Bu petunjuk pengisian SPT PPNnya
Benediktus Djoko Widyatmo said
Pak Wayan terima kasih atas sharingnya.
Menurut pemahaman saya pak, dari contoh-contoh yang dikemukakan dalam PMK-78 (contoh No. 1-7) untuk PPN PM untuk barang Modal dan contoh No. 8 itu pembelian solar (bahan pembantu). Kalau itu bisa saya dipahami.
Sementara dalam usaha rumah sakit Pajak Masukan yang dikreditkan hanya atas pembelian Obat saja. Dari contoh penghasilan rumah sakit yang Pak Wayan sebutkan, banyak yang tidak ada kaitannya dengan obat misalnya Jasa laundry, pengolahan limbah, jasa administrasi dll,
sama sekali tidak ada kaitnya dengan obat.
Banyak juga pasien yang datang ke dokter, setelah itu dikasih resep dan resepnya dibelikan di apotik lain bukan milik rumah sakit.
Jadi menurut hemat saya penghitungan kembali PPN Masukan atas pembelian obat secara proporsioanl adalah Penyerahan Obat kepada Pasien Rawat Jalan / Total penyerahan obat kepada pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap X Total PPN PM atas pembelian obat.
Ini sumbang saran saya.
I Wayan Agus Eka said
Terima kasih atas komentarnya Pak. Saya juga baru tau dari komen Bapak bahwa ada penghasilan rumah sakit di luar jasa rumah sakit itu sendiri. Terlepas dari artikel ini, penghasilan tadi menurut saya objek PPN karena tidak murni merupakan jasa rumah sakit.
Kemudian saya juga sependapat dengan penghitungan menurut versi Bapak dalam hal memang ada penghasilan di luar jasa rumah sakit. Intinya, penyebutnya (Y) adalah penghasilan yang memang merupakan jasa pelayanan medis setelah mengeluarkan contoh-contoh jenis penghasilan yang Bapak sampaikan (tapi ya itu menjadi objek PPN)
Demikian pendapat saya 🙂
isma said
selamat siang
bagaimana ya perlakukannya untuk rumah sakit yang bekerja sama dengan outsourching di bagian cleaning service? apakah dikenakan ppn juga ?
terima kasih
I Wayan Agus Eka said
Maksudnya apakah perusahaan outsourcing memungut PPN begitu? kalau itu jawabannya iya