DAUN LONTAR

Karena Yadnya Yang Paling Utama adalah Pengetahuan (Jnana)

Pajak Penghasilan untuk Dokter

Posted by I Wayan Agus Eka on June 2, 2010

Tulisan ini adalah respon dari permintaan teman-teman saya yang kebetulan berprofesi sebagai dokter. Mudah-mudahan membantu mereka dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Dokter pada umumnya memiliki tiga sumber penghasilan pokok. Pertama berupa penghasilan dari praktek sang dokter dan pekerjaan bebasnya. Kedua penghasilan dari statusnya sebagai pegawai tetap yang bisa berupa PNS, karyawan di RS tertentu. Ketiga adalah penghasilan selain kedua kategori tersebut diatas yang pada umumnya juga diterima oleh profesi lainnya misalnya penghasilan dari bunga deposito, penjualan tanah, sewa mesin, hadiah, deviden dll.

A. Penghasilan dari praktek dan pekerjaan bebas

Seringkali kita melihat papan nama dokter di depan rumahnya sendiri yang menawarkan jasa mereka kepada masyarakat. Penghasilan yang diterima sang dokter dari kegiatan ini termasuk dalam penghasilan dari praktek. Demikian pula ketika sang dokter menggunakan keahliannya untuk mendapatkan penghasilan di rumah sakit tertentu misalnya ketika sang dokter berstatus sebagai dokter tamu di sebuah rumah sakit maka penghasilan yang dia dapatkan tergolong dalam penghasilan dari pekerjaan bebas. Pekerjaan bebas didefinisikan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

  1. Cara menghitung Penghasilan Neto

Mengetahui penghasilan neto sangat penting karena penghasilan neto nantinya akan menjadi dasar bagi penghitungan penghasilan kena pajak (PKP) untuk selanjutnya dapat dihitung besarnya pajak terutang. Cara menghitung penghasilan neto ada dua yaitu melalui pembukuan dan pencatatan.

Bagi dokter yang memilih menggunakan pembukuan untuk menghitung penghasilan neto maka sang dokter harus membuat catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak terutang. Penghasilan neto dari pembukuan ini dilakukan dengan melakukan koreksi fiskal atas laba akuntansi yang dihasilkan dari pembukuan dengan mempertimbangkan biaya-biaya yang dapat dikurangkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 UU PPh dan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 UU PPh.

Mengingat bahwa untuk menyelenggarakan pembukuan membutuhkan resources yang cukup banyak dan rumit, maka UU juga menyediakan alternatif untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Bagi dokter yang memilih menggunakan NPPN ini maka hanya diwajibkan melakukan pencatatan saja. Pencatatan lebih sederhana dari pembukuan karena hanya mewajibkan sang dokter untuk mengumpulkan data secara teratur mengenai penghasilan bruto yang dia terima dari praktek dan pekerjaan bebas dan penghasilan-penghasilan lainnya tanpa perlu untuk mencatat biaya-biaya yang sudah dikeluarkan. Adapun syarat-syarat untuk dapat menggunakan NPPN adalah (pasal 14 UU PPh)

  1. Jumlah peredaran usaha dari praktek dan pekerjaan bebas kurang dari 4,8 milyar setahun.
  2. Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak bersangkutan (hanya memberitahukan saja, artinya tanpa ada ijinpun sepanjang sudah diberitahukan maka bisa memakai NPPN).

Besarnya persentase Norma untuk dokter adalah (KEP 536 2000):

  1. 45% untuk 10 ibukota propinsi meliputi Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak
  2. 42,5% untuk ibukota propinsi lainnya
  3. 40% untuk daerah lainnya

Dengan menggunakan persentase norma tersebut maka penghitungan penghasilan neto dari praktek dan pekerjaan bebas dokter menjadi lebih mudah. Misalnya, Dokter A berpraktek di Denpasar dengan penerimaan bruto 500juta setahun, disamping itu dia juga bertindak sebagai dokter tamu di RS X dengan penghasilan 200juta setahun. Maka penghitungan penghasilan netonya adalah 45% x (500juta+200juta) = 315 juta.

2. Cara pelunasan pajak tahun berjalan dari penghasilan praktek dan pekerjaan bebas

Pelunasan pajak tahun berjalan untuk dokter pada dasarnya terdiri dari dua cara. Pertama adalah dibayar sendiri secara berkala oleh sang dokter melalui mekanisme PPh Pasal 25 (yang perhitungannya akan dijelaskan pada akhir artikel ini). Kedua melalui mekanisme pemotongan oleh pihak ketiga berupa PPh 21 (witholding tax).

Terkait dengan penghasilan dari pekerjaan bebas, maka pihak pemberi penghasilan akan melaksanakan kewajiban pemotongan atas penghasilan yang diterima dokter tersebut. Penghasilan dari pekerjaan bebas yang diterima dokter ini tergolong dalam pembayaran yang diterima oleh bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan, namun demikian penghasilan ini bukanlah penghasilan satu-satunya yang diterima dokter (karena selain itu dokter juga dapat penghasilan dari praktik dll) sehingga pemotong pajak akan menerapkan tarif pemotongan sebesar 50% x penghasilan bruto x tarif pasal 17. Penghasilan bruto yang menjadi dasar dalam pemotongan PPh 21 ini bersifat kumulatif (pasal 16 PER 57 2009).

Misalnya Dokter A mendapatkan penghasilan dari pekerjaan bebasnya selama bulan januari – maret masing-masing sebesar 80 juta. Penghitungan PPh 21 yang dipotong pihak rumah sakit adalah sebagai berikut:

Bulan Penghasilan Dasar Pemotongan Dasar pemotongan kumulatif Tarif PPh 21 dipotong
(1) (2) (3)= 50%* (2) (4) (5) (6)= (3)*(5)
Januari 80 juta 40 jt 40 juta 5% 2juta
Februari 80 juta 10 jt 50 juta 5% 500rb
30 juta 80 juta 15% 4,5juta
Maret 80 juta 40 juta 120 juta 15% 6 juta

Dengan perhitungan di atas maka pihak rumah sakit akan melakukan pemotongan pph pasal 21 untuk januari – maret masing-masing sebesar 2 juta, 5 juta dan 6 juta. Total PPh 21 yang telah dipotong oleh pihak rumah sakit atas pekerjaan bebas yang dilakukan dokter akan menjadi pengurang atas pajak terutang atas penghasilan sang dokter pada tahun bersangkutan (kredit pajak).

B. Penghasilan sebagai pegawai tetap

Pada umumnya dokter juga berstatus sebagai pegawai tetap di suatu instansi tertentu, entah itu rumah sakit, PNS, perusahaan asuransi dll. Atas status pegawai tetap tersebut sang dokter menerima penghasilan tetap berupa gaji dan penghasilan-penghasilan lainnya seperti bonus dll. Pihak  pemberi kerja di sisi lain juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai pemotong PPh pasal 21. PPh 21 yang telah dipotong pihak pemberi kerja nantinya juga berfungsi sebagai kredit pajak atas pajak terutang dari penghasilan dokter tahun tersebut. Ilustrasi pemotongan akan dijelaskan dengan contoh berikut:

Dokter A (status belum menikah dan tidak ada tanggungan) adalah pegawai tetap di RS Z dengan gaji sebulan 15 juta. Penghitungan PPh 21 yang akan dipotong RS Z adalah :

Penghasilan bruto sebulan                               :           15 juta

Biaya Jabatan 5% x 15 juta, maksimal                        : 500.000

Penghasilan neto sebulan                                :           14,5 juta

Penghasilan neto setahun                                :           174 juta

PTKP (TK/0)                                                   : 15,84 juta

Penghasilan Kena Pajak                                              :           158,16 juta

Pajak terutang

5% x 50 juta    = 2,5 juta

15% x 108,16 jt           = 16,224 juta

PPh 21 terutang                                                          :           18,724 juta

Jadi atas penghasilan dokter A sebagai pegawai tetap di RS Z dengan gaji 15 juta sebulan, maka RS Z akan melakukan pemotongan PPh 21 sebesar 18,724 juta setahun dan jumlah ini akan menjadi kredit pajak bagi dokter A.

C. Penghasilan Lain-Lain

Penghasilan lain-lain ini merupakan penghasilan selain yang dikategorikan dalam kategori pertama dan kedua dan memiliki karakteristik bersifat umum dalam arti tidak hanya dokter saja yang dapat memperoleh penghasilan jenis ini. Deviden, hadiah, sewa, royalti, penjualan harta dll merupakan sebagian contoh dari jenis-jenis penghasilan lain-lain.

Pengenaan pajak atas penghasilan ini mengikuti pengenaan pajak secara umum. Misalnya apabila ada dokter yang memperoleh hadiah undian maka penyelenggara undian akan mengenakan pajak final dengan tarif 25%, karena sifatnya yang final maka penghasilan ini tidak digabungkan dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PPh terutang dan pajak yang sudah dipotong tidak dapat dikreditkan lagi. Contoh lainnya misalnya ketika dokter tersebut menerima penghasilan berupa deviden maka oleh pemberi deviden akan dikenakan pajak final pasal 17 ayat 2c UU PPh dengan tarif 10%.

D. Contoh Kasus

Dokter A pada tahun 2010 membuka praktek di depan rumahnya di kawasan Denpasar. Untuk menghitung penghasilan netonya, dokter A menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan sudah memberitahukan ke Dirjen Pajak sesuai ketentuan yang berlaku. Berdasarkan pencatatan yang dilakukannya, pada tahun 2010 dokter A mendapatkan penghasilan bruto dari prakteknya sebesar 800 juta.

Selain penghasilan dari praktek, dokter A juga bertindak sebagai dokter tamu di RS Sanglah dan RS Surya Husadha. Data penghasilan dan pemotongan dari kedua RS tersebut sesuai dengan bukti potong yang sudah diserahkan pemotong adalah sebagai berikut:

  1. RS Sanglah

Penghasilan bruto                                : 150 juta

PPh 21 Dipotong (sesuai bukti potong)          : 6,25 juta

2.RS Surya Husada

Penghasilan bruto                                : 100 juta

PPh 21 Dipotong (sesuai bukti potong)          : 2,5 juta

Dokter A berstatus sebagai pegawai tetap di perusahaan asuransi X dan menurut bukti potong yang dia terima dari PT X:

  1. Penghasilan bruto                                : 144 juta
  2. Penghasilan neto                                : 138 juta
  3. PPh 21 dipotong                                 : 12,73 juta

Istri dokter A juga berprofesi sebagai dokter dan selama 2010 hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja dari statusnya sebagai PNS di Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar. Istrinya tidak membuka praktek maupun mendapatkan penghasilan dari pekerjaan bebas. Berdasarkan form 1721 A2 diketahui bahwa selama 2010:

  1. Penghasilan bruto                                : 180 juta
  2. Penghasilan neto                                : 174 juta
  3. PPh 21 dipotong                                 : 18,724 juta

Informasi lainnya:

  1. Dokter A memiliki 2 anak kandung yang masih bersekolah. Orang tuanya adalah pensiunan tentara sementara mertuanya adalah pengusaha hotel. Dokter A juga menanggung penuh adik kandungnya yang masih kuliah di fakultas kedokteran.
  2. Pada bulan Juni 2010 Dokter A menjual tanahnya yang ada di kawasan Ubud seharga 500 juta. Dia dahulu membelinya dengan harga perolehan 350 juta.
  3. Selama 2010 Dokter A juga mendapatkan bunga atas tabungan dan depositonya di Bank Aken sebesar Rp 30 juta.
  4. Bulan Agustus, dokter A mendapatkan hadiah undian sewaktu mengikuti seminar berupa uang 50 juta dan dipotong pajak (sesuai bukti potong) sebesar 12,5 juta.
  5. Bulan Desember, dokter A mengikuti rapat dokter di Jakarta dan memperoleh imbalan sebesar 15 juta. Pihak penyelenggara rapat memotong atas penghasilan tersebut berupa PPh 21 sebesar 750 ribu.
  6. Asumsikan selama tahun 2010 dokter A membayar angsuran PPh 25 sebesar 7 juta sebulan.

Hitunglah:

  1. Pajak terutang 2010
  2. PPh yang masih harus dibayar
  3. PPh pasal 25 tahun 2011

Jawaban

Penghasilan Netto
Praktek 800 juta x 45% 360 juta
Pekerjaan Bebas 250 juta x 45% 112,5 juta
Pegawai 138 juta
Penghasilan lain (imbalan rapat) 15 juta
Total Penghasilan netto 625,5 juta
PTKP (K/2) (19,8 juta)
Penghasilan kena pajak 605,7 juta
PPh terutang
5% x 50 juta 2,5 juta
15% x 200 juta 30 juta
25% x 250 juta 62,5 juta
30% x 105,7 juta 31,71 juta
126,71 juta
Kredit Pajak:
Dipotong/dipungut
PPh 21 dari pekerjaan bebas 8,75 juta
PPh 21 dari pegawai tetap 12,73 juta
PPh 21 dari imbalan rapat 0,75 juta
(22,23 juta)
Dibayar sendiri
PPh 25  12 x 7 juta (84 juta)
PPh yang masih harus dibayar (PPh 29) 20,48 juta

Perhitungan PPh Pasal 25 untuk tahun pajak 2011

Penghasilan Netto
Praktek 800 juta x 45% 360 juta
Pekerjaan Bebas 250 juta x 45% 112,5 juta
Pegawai 138 juta
Total Penghasilan netto 610,5 juta
PTKP (K/2) (19,8 juta)
Penghasilan kena pajak 590,7 juta
PPh terutang
5% x 50 juta 2,5 juta
15% x 200 juta 30 juta
25% x 250 juta 62,5 juta
30% x 90,7 juta 27,21 juta
122,21 juta
Kredit Pajak:
Dipotong/dipungut
PPh 21 dari pekerjaan bebas 8,75 juta
PPh 21 dari pegawai tetap 12,73 juta
(21,48 juta)
PPh yang harus dibayar sendiri 100,73 juta
PPh 25 sebulan tahun 2011 100,73 juta : 12 Rp 8.394.167

Catatan:

  1. Penghasilan dari istri tidak digabungkan ke dalam penghasilan suami karena penghasilan istri semata-mata berasa hanya dari satu pemberi kerja dan sudah dipotong PPh 21, sehingga penghasilan dan pajak yang sudah dipotong atas penghasilan istri bersifat final (pasal 8 ayat (1) UU PPh).
  2. Yang mendapatkan tanggungan hanya anak kandung dokter A. Ortu dan mertua tidak ditanggung karena memiliki penghasilan sendiri sementara adik tidak dapat ditanggung karena memang tidak diperbolehkan oleh UU (pasal 7 UU PPh).
  3. Atas penghasilan dari penjualan tanah, bunga tabungan/deposito dan hadiah undian dikenakan pajak bersifat final (pasal 4 ayat (2) UU PPh) sehingga tidak dimasukkan dalam penghitungan PPh terutang dokter A.
  4. PPh yang masih harus dibayar (PPh 29) sebesar 20,48 juta harus dilunasi dokter A paling lambat akhir bulan maret 2011 sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh OP

I Wayan Agus Eka

Referensi:

UU Nomor 7 tahun 1983 jo. UU Nomor 36 tahun 2008 tentang PPh

Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-31/PJ/2009 jo. Per-57/PJ/2009 tentang PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI

Kep Dirjen Pajak Nomor KEP-536/PJ/2000 tentang NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO BAGI WAJIB PAJAK
YANG DAPAT MENGHITUNG PENGHASILAN NETO DENGAN MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN

Advertisement

35 Responses to “Pajak Penghasilan untuk Dokter”

  1. ray said

    keren Bli…saya mau nanya bli..tarif pasl 17 dari PKP(phsln bruto x 50 %) hanya untuk penghasilan yang berkesinambungan ja bli dengan status bukan pegawai???jika tidak berkesinambungan gimana bli (pasal 16 ayat 2 hurf (a)PER 57 tahun 2009?mohon bimbingannya bli…:).untuk pengahsilan dokter sebagai pembicara bisa dimasukkan sebagai penghasilan tidak berkesinambungan gak bli?

  2. I Wayan Agus Eka said

    1. Untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan ada dua perlakuan terkait dengan pemenuhan pasal 13(1) PER-31/2009. Kalau dia memenuhi pasal itu (artinya punya NPWP DAN hanya menerima penghasilan itu saja) maka pemotongannya dilakukan dengan mengalikan tarif pasal 17 dengan ((50%xPh bruto)-PTKP). Namun kalau dia tidak memenuhi pasal itu (artinya misalnya sang dokter punya penghasilan lain selain penghasilan yang dipotong) maka perhitungannya menjadi tarif pasal 17 kali (50%xPh bruto) alias tidak mendapat pengurangan PTKP.

    2. Kalau bukan pegawai mendapat penghasilan tidak berkesinambungan maka penghitungannya menjadi tarif pasal 17 dikalikan dengan (50%xPh bruto), NAMUN tarif pasal 17 disini bersifat KUMULATIF (cara menghitungnya lihat di lampiran per itu) berbeda dengan penjelasan no 1 yang tidak kumulatif.

    3. Definisi berkesinambungan atau tidak hanya dilihat dari frekuensinya, kalau lebih dari sekali maka dia berkesinambungan, kalau cuman sekali digolongkan tidak berkesinambungan. Lihat di definisi pasal 1 per 31.

  3. ray said

    bli…
    1. kalau yang dilampiran per-57/pj/2009. Bukan pegawai menerima penghasilan yang berkesinambungan pake tarif pasal 17 sifat komulatif (pasal 16 ayt 1 huruf (b), tapi bukan pegawai menerima penghasilan tidak berkesinambungan pake tarif pasal 17 sifat tidak komulatif. gitu ya bli??mav masi bingung

    2.lo pada pasal 13 ayat 1.. bukan pegawai ada pengurangan PTKP,jika memiliki NPWP “dan” dari 1 pemberi kerja (hanya dari pemotong PPh 21 & 26) ya bli..jika
    “salah satu” tidk terpenuhi, berarti tanpa PTKP gitu ya bli???

    3. definisi tidak berkesinambungan..makasi bli..he22..

    • I Wayan Agus Eka said

      1. Iya. Tarif kumulatif adalah untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan, sementara tarif non kumulatif adalah untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan tidak berkesinambungan.

      2. Pasal 13 ayat 1 hanya terkait dengan bukan pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan. Jadi perlakuan untuk bukan pegawai yang penghasilan berkesinambungan ada dua tergantung apakah memenuhi 13 ayat 1 atau tidak. kalau memenuhi 13 ayat 1 alias dia punya NPWP dan penghasilannya hanya dari satu pemberi kerja maka dia dapet PTKP, tapi kalau tidak memenuhi 13 ayat 1 alias dia tidak punya NPWP atau memiliki penghasilan lebih dari satu pemberi kerja maka dia ga dapet PTKP

  4. Deny said

    Mohon petunjuk…ada kasus : dokter A adalah PNS di rumah sakit Y tetapi membuka praktek sore di rumah sakit Z, jadi berapa besarnya tarif pajak yang dikenakan oleh rumah sakit Z dari penghasilan praktek tersebut? Dasar tarif tersebut dijelaskan di peraturan yang mana? Trims

    • I Wayan Agus Eka said

      Rumah sakit z akan melakukan pemotongan atas penghasilan yang diterima dokter sebagai bukan pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat berkesinambungan. Namun karena dokter itu memiliki penghasilan lainnya di rumah sakit y maka ketika dipotong oleh rumah sakit z, sang dokter tidak berhak mendapat PTKP. Tarifnya adalah tarif PPh pasal 17 kali (50%xph bruto).

      Dasar hukum liat di artikel

    • I Wayan Agus Eka said

      tambahan, tarif pasal 17 tadi bersifat kumulatif

  5. Deny said

    Trimakasih atas jawabannya…apakah tarif pajaknya tetap sama meskipun rumah sakit z adalah rumah sakit pemerintah?
    Satu lagi : Misalkan ditempat kami rumah sakit pemerintah kemudian dokter PNS nya juga membuka praktek sore di rumah sakit kami ini, brpa besar tarif pajaknya dri hasil praktek tsbt?mohon bimbingannya…

  6. wibowo said

    Sedikit tambahan pertanyaan Bli..
    Jika Dokter tersebut adalah Pegawai Tetap RS Swasta.
    dia juga praktek tetap di RS tersebut.
    Di luar itu dia tidak punya Praktek lain, pekerjaan bebas atau pun Ph lain..
    Nah perlakuan untuk penghasilan yg didapat dari RS tersebut selain dari Gaji sebagai Pegawai Tetapnya gimana Bli (yg asalnya dari Pasien)..
    kalau dianggap sebagai perkerjaan bebas, mohon dicantumkan petikan dari Dasar Hukumnya ya Bli..

    • I Wayan Agus Eka said

      ga ada perbedaan perlakuan antara RS pemerintah dan swasta. Intinya kalau dia bekerja sebagai pegawai tetap, maka pihak RS akan melakukan pemotongan PPh 21 atas gaji yang diterima, perhitungannya mengikuti selayaknya pegawai tetap yang lain (dikurangi biaya jabatan, pensiun, dapat PTKP dll)

      Kemudian kalau dia sekaligus buka praktek disana maka pemotongan akan dilakukan RS atas status dokter bukan sebagai pegawai tetap namun sebagai bukan pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan. Pemtongannya adalah dengan tarif pasal 17 x (50% x ph bruto). Tarif pasal 17 bersifat kumulatif.

      Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-31/PJ/2009 jo. Per-57/PJ/2009
      Baca aja contoh kasus yang ada di lampiran per-57, akan banyak membantu

      • wibowo said

        Bli,saya lanjutkan diskusi kita ya..
        Maaf mungkin kmrn saya salah dalam menggunakan pilihan kata..mungkin kata yg tepat bukan “Buka Praktek”, tetapi mendapatkan penghasilan di luar gaji..
        klo mslh gaji sudah jelas jadi tidak perlu didiskusikan lagi.

        oiya maaf sblmnya,yg kita bahas disini adalah cara pengisian SPT OP Dokter tsb,bkn tata cara pemotongan PPh Psl 21nya.

        yg msh mengganjal adalah Penghasilan di Luar Gaji.
        Jadi Dokter tsb pegawai tetap di RS tersebut, kemudian dia mendapatkan penghasilan (yg asalnya) dari Pasien dan dibayarkan via RS, apakah penghasilan tsb (yg selain gaji) bisa dikategorikan sebagai penghasilan dari Pekerjaan Bebas..

        karena ada pendapat bahwa penghasilan yg asalnya dari pasien tadi,diposisikan sebagai penghasilan pegawai tetap…karena yg dokter tsb memang terikat sbg pegawai tetap di RS tsb..jadi dalam pengisian SPT PPh OP, Ph tsb tidak dihitung dgn norma, tetapi lgsg digabungkan di dalam Ph neto.

        Klo Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-31/PJ/2009 jo. Per-57/PJ/2009 ya udah bacalah Bli,hehe..cuman di contoh kasusnya msh kurang sesuai dgn kasus ini..

      • I Wayan Agus Eka said

        ehmmm, pertanyaannya susah, harus buka2 lagi ni biar ga asal jawabnya, ntar ya, saya belajar dulu, nanti dikabari lagi, hehehe

      • I Wayan Agus Eka said

        Melanjutkan diskusi kemarin, mumpunglg jaman laporin SPT OP. Betul bahwa penghasilan dokter tadi sudah dipotong oleh rumah sakit, tapi pemotongan tadi kan dilakukan bukan karena status dokter sebagai pegawai tetap tapi sebagai tenaga ahli, jadi dalam hal ini si dokter melakukannya dalam rangka pekerjaan bebas. Dengan demikian penghasilan tadi masuk ke dalam norma penghitungan dan pajak yang dipotong oleh rumah sakit bisa menjadi kredit pajak.

        Demikian

  7. agus setiawan said

    Kalau lihat jawaban jenengan mas… itu pertanyaan sebelumnya dianggap pekerjaan bebas…. sehingga ada norma pengh netto… logika jenengan masuk… kawan jenengan juga masuk….
    memang agak sulit bekerja di rumah sakit dianggap pekerja bebas, padahal dia dapat bagi hasil …. kenyataannya dapat bagi hasil bukan buka praktek… untuk penghitungan PPh 21 memang dianggap bukan pegawai berkesinambugan…jadi dipotong PPh 21…. kalo buka konsultan pajak juga akan sama… dan boleh juga menggunakan norma karena merupakan pekerjaan bebas… yang jadi masalah di rumah sakit itu dia buka praktek atau pegawai rumah sakit…atau bagi hasil… jika dianggap buka praktek maka ada norma, jika bagi hasil maka tidak ada norma, namun dianggap seperti laba dan dikenakan langsung pasal 17…. jadi tinggal DJP membuat aturan apakah mereka pekerjaan bebas ? kalau lihat Per 57 dia memang di masukkan ke pekerjaan bebas….emang sih lebih kuat mana buktinya… itu auditor

  8. teja lesmana said

    Seorang WP op, status pekerjaan jasa lainnya, dalam penyampaikan spt tahunan tahun sebelumnya pakai hitungan norma. Tahun 2010 menerima deviden dari PT.A. Pertanyaannya :
    a. Bagaimanakah cara menghitung penghasilan bruto pertahunnya ?? apakah pendapatan dari jasa lainnya + penerimaan deviden, kemudian baru dikalikan norma ??? Mohon penjelasannya mas.
    b. Apakah PPh psl 25 OP dari jenis pekerjaan jasa lainnya, minimal jumlah pajaknya tetap ?? Jika dalam 1 tahun WP mengalami penurunan pendapatannya, otomatis khan sewaktu akan setor PPh pasal 25 juga akan mengalami penurunan juga. Gimana ini mas ?? Mohon penjelasannya & terima kasih

  9. ita said

    Mau tanya, kalau dokter kan boleh praktek di 3 tempat, dan jika kesemuanya bukan menjadi dokter tetap, dan tiap bulan penghasilannya sdh dipotong PPh ps 21, bagaimana penghitungan SPT tahunannya? karena kalau penghitungan spt diatas, pasti selalu lebih bayar.

    Krn kalau pemotongan pajak tiap bulan kan hanya Tarif Ps 17×50%xBruto, sedangkan nanti penghitungan utk SPT Nettonya 45%, pasti hasil akhir utk pajaknya jadi beda.

    Mohon penjelasannya. Terima kasih

  10. jeffry daniel said

    Wah ini dilema yang saya hadapi….boleh nimbrung yah

  11. jeffry daniel said

    Saya baru saja berkecimpung di dunia Rumah Sakit dan menghadapi permasalahan perhitungan Pph 21 Dokter.
    Pada prakteknya dari hasil konsultasi dengan pihak konsultan pajak yg saya kenal, orang yg sudah bekerja di RS dan juga Acc Rep dari KPP Pajak semua menyampaikan memakai Norma padahal sebelumnya sudah dihitung penghasilan bruto x 50% x tarif pasal 17. Alhasil lebih bayar. Treatmen dari usulan beberapa yang sudah mempraktekkan perhitungan di SPT 1770, saya akhirnya mengakali bagaimana supaya laporan pajaknya nihil dengan menambahkan pada penghasilan lainnya dan merekayasa lampirannya. Namun ini masih menjadi sesuatu yang mengganjal di hati. Belum ada yang memberikan penjelasan yang gamblang.

    Artikel yang saya baca ada yang menyebutkan harus dicek dahulu pada saat dokter tersebut mendaftarkan NPWP, KLU-nya sebagai apa, dokter umum atau pegawai. Klo sebagai dokter umum maka dianggap melakukan pekerjaan bebas walaupun dokter tersebut adalah pegawai tetap disebuah rumah sakit yang selain menerima gaji juga menerima fee atas tindakan/jasa ke pasien. Namun jika KLU-nya sebagai pegawai dapat menggunakan 1770s atau 1770 ss.

    Mudah2an ada tanggapan dari rekan2, sebagai pencarahan….

    Trims

    • I Wayan Agus Eka said

      Kalau menurut saya pak, mungkin harus dilihat substansi dari penghasilannya terlebih dahulu,masalah KLU bagi saya tidak memiliki pengaruh.

      Kalau penghasilannya terkait hubungan kerja antara pemberi kerja dan pegawai maka dalam SPT dimasukkan sebagai penghasilan dari pekerjaan. Dalam hal dokter juga praktek atau menerima penghasilan karena keahliannya yang tidak terikat hubungan kerja maka penghasilan tersebut harus dinormakan. Jadi bisa saja dalam SPT seorang dokter ada bagian yang dinormakan ada bagian yang dimasukkan di bagian dari pekerjaan seperti pegawai lainnya.
      Semoga membantu pak 🙂

      • Hodi said

        Bli kasih statement “Dalam hal dokter juga praktek atau menerima penghasilan karena keahliannya yang tidak terikat hubungan kerja maka penghasilan tersebut harus dinormakan”…
        jd intinya kalau dokternya bukan pegawai tetap di RS tersebut di akhir tahun harus dinormakan ya?? bagaimana membedakan dokternya pegawai tetap atau dokter tamu? karena di kasus saya dokternya bekerja rutin dengan jadwal ditentukan selama setahun..bukannya itu sudah bisa dikategorikan sgb peg tetap?? sy mau tanya dasar hukumnya apa ya bli?? mohon pencerahnnya bli dan rekan2 lain..trims

  12. Oval said

    PERLAKUAN MAYORITAS RUMAH SAKIT TERHADAP DOKTER BERSTATUS PEGAWAI TETAP

    – Sesuai Pasal 3 PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan PER-57/PJ/2009, penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dibedakan menjadi 4, al pegawai dan bukan pegawai.

    – Termasuk bukan pegawai adalah tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.

    – Perlakuan mayoritas Rumah Sakit terhadap dokter berstatus pegawai tetap:
    – Dokter diperlakukan sebagai pegawai (pegawai tetap) pada saat menerima penghasilan berupa gaji, tunjangan, dan penghasilan lain selain penghasilan dari jasa dokter.

    – Dokter diperlakukan sebagai bukan pegawai, yaitu sebagai tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, pada saat menerima penghasilan dari jasa dokter.

    – Jadi ada dua perlakuan berbeda pada orang yang sama, nggak konsisten kan?

    PENGERTIAN PEKERJAAN BEBAS

    Berdasarkan Pasal 1 UU KUP, pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

    Sesuai ketentuan tersebut, syarat pekerjaan bebas adalah
    – Dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus.
    – Tidak terikat oleh suatu hubungan kerja dengan pemberi kerja.

    Jadi menurut ketentuaan ini, jika seseorang terikat hubungan kerja (sebagai pegawai tetap/tidak tetap) pada satu pemberi kerja, maka atas pekerjaannya pada pemberi kerja yang sama bukan merupakan pekerjaan bebas.

    Misal:

    A bekerja pada PT X sebagai pegawai tetap, yaitu sebagai penjahit. Selain itu A juga menerima order menjahit dari PT B dan membuka jasa menjahit di rumah. Maka:

    – Seluruh penghasilan A dari PT X adalah penghasilan sebagai pegawai tetap, walaupun ada komponen penghasilan yang dihitung berdasarkan jumlah unit produksi. Penghasilan neto berdasarkan Formulir 1721-A1.

    – Penghasilan A dari order menjahit dari PT B adalah penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas. Penghasilan neto dapat dihitung dengan norma penghitungan.

    – Penghasilan A dari jasa menjahit di rumah adalah penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas. Penghasilan neto dapat dihitung dengan norma penghitungan.

    DASAR PEMOTONGAN PPh PASAL 21

    1. Pegawai Tetap
    Jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:
    – Biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan bruto, maks Rp. 6 juta pertahun.
    – Iuran pensiun/THT/JHT yang dibayar pegawai kepada Dana Pensiun yang disahkan Menteri Keuangan.
    – PTKP

    2. Bukan Pegawai
    – 50% dari Jumlah penghasilan bruto
    – Dalam hal jumlah penghasilan bruto tersebut dibayarkan kepada dokter yang melakukan praktek di rumah sakit/klinik, maka besarnya penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit/klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit/klinik.

    Jadi menrut saya penghasilan praktek dokter pada RS dimana ia berrstatus pegawai tetap adalah diperlakukan sebagai penghasilan pegawai tetap. Apa bedanya jasa dokter itu dengan penghasilan tukang jahit di pabrik? Keduanya sama sama dihitung berdasarkan jumlah produksi. Biayanya? tidak ada.

    Aturan yang mengatakan bahwa penghasilan jasa medis dipotong sebagai penghasilan tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas walaupun ia adalah pegawai tetap RS bersangkutan adalah SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE – 51/PJ.43/1995 TENTANG PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS HONORARIUM DOKTER YANG PRAKTEK DI RUMAH SAKIT.
    Aturan ini jelas bertentangan dengan Pasal 1 KUP mengenai pekerjaan bebas. Dan sangat menguntungkan dokter. contoh

    Penghasilan neto dokter sebagai pegawai tetap RS X 25,000,000
    Penghasilan bruto jasa medis dari RS X 30,000,000
    Penghasilan neto jasa medis (bruto x 50%) 15,000,000
    Jumlah penghasilan neto 40,000,000

    Penghasilan neto penjahit sebagai pegawai tetap PT X 25,000,000
    Komponen Penghasilan bruto penjahit dari PT X yg dihitung 30,000,000
    berdasarkan unit produksi (seluruhnya digabung sbg pengh peg tetap) 30,000,000
    Jumlah penghasilan neto 55,000,000

    Yg untung dokternya kan? Pengh netonya lebih kecil.
    trims

    • Hodi said

      setuju…saya dapat kasus dokter dengan penghasilan Rp 430jt an…pajaknya hanya 20jt an..karena pakai norma…

  13. adyatmaja said

    bli wayan minta tolong dijelaskan perhitungan pajak bisnis property dan jual beli mobil bekas……suksma………

  14. Yuni said

    Mau tanya, kalau dokter praktek dan menerima penghasilan sebagai pekerjaan bebas dari suatu rumah sakit dan tiap bulan penghasilannya sdh dipotong PPh ps 21, bagaimana penghitungan SPT tahunannya? karena kalau penghitungan spt diatas, pasti selalu lebih bayar.

    Krn kalau pemotongan pajak tiap bulan kan hanya Tarif Ps 17×50%xBruto, sedangkan nanti penghitungan utk SPT Nettonya 45%, pasti hasil akhir utk pajaknya jadi beda.

    contoh penghasilan pekerjaan bebas senilai Rp. 500.000.000
    perkiraan penghasilan neto untuk pemotongan pph pasal 21 = 50% X Rp. 500.000.000 = Rp. 250.000.000
    PPh yang dipotong oleh pihak rumah sakit Rp. 32.500.000 (menjadi kredit pajak pada saat penyusunan spt tahunan pribadi dokter)

    pada saat penyusunan SPT tahunan pribadi dokter
    penghasilan bruto Rp. 500.000.000
    norma perkiraan penghasilan neto 45% x Rp. 500.000.000 = 225.000.000
    PTKP TK/0 Rp. 24.300.000
    PKP Rp. 200.700.000
    PPh terhutang Rp. 25.105.000
    Kredit Pajak (yang dipotong oleh pihak rumah sakit) Rp. 32.500.000

    lebih bayar Rp. 7.395.000

  15. Olvia Intan said

    Bli, saya mau nanya, kalau ada contoh soal seperti berikut
    Dokter A melakukan praktek pada 2 rumah sakit dengan penghasilan bruto pada tahun 2014 : 1.100.0000.000 dan 950.000.000, selama tahun 2014 dokter A menerima bunga tabungan 20.000.000 setelah dipotong PPh, bunga pinjaman sebesar 42.500.000 setelah dipotong PPh 23 sebesar 7.500.000

    Sedangkan istrinya adalah karyawati dengan gaji bruto pada tahun 2014 sejumlah 430.000.000. PT Y telah memotong PPh sebesar 69.925.009 (tertanggal 5 Januari 2015) dan ia juga memiliki toko dengan peredaran bruto sebesar 2.500.000.000

    Bagaimana cara menghitung PPh terutang? Trims 🙂

    • I Wayan Agus Eka said

      Prinsipnya sama dengan di artikel di atas. Yg dari praktek dikalikan tarif norma dulu untuk mendapatkan ph. Netto. Bunga tabungan itu final jadi ga usah ditambahkan. Bunga pinjaman ditambahkan krn bukan final. Ph neto dr istri juga jadi ga final krn dia punya ph toko. Yg ph toko dikali norma dl biar dapet ph. Neto. Semua ph neto dijumlah kemudian dikurangi ptkp buat dpt Ph.KP trus dikali tarif dan dikurangi kredit pajak kayak yg dipotong rumah sakit, pph 23 dan kredit pajak istri

  16. malam,mau tanya,kalau istri juga dokter ,kerja di RS swasta dan praktek pribadi, yang kerja di RS sdh dipotong ppH 21,apa masih ditambah penghitungan pajaknya? atau hanya yang praktek pribadi såja ( NPWP satu),trims

    • I Wayan Agus Eka said

      Malam bu, dalam hal ini penghasilan istri di rumah sakit menjadi tidak final. Jadi kedua penghasilan istri (dr praktek dan dr RS) ditambahkan juga dalam penghitungan pphnya dan pph 21 yg dipotong di rs menjadi kredit pajak. Perhitungannya mirip dengan yg ada di artikel cuman skrg ada dua sumber dr suami dan istri

  17. komang ayuk said

    Bagaimana perhitungan pajak jika penghasilan dokter hanya diperoleh hanya praktek dirumah sakit, dan juga penghasilannya di rumah sakit swasta itu sudah dipotong oleh rumah sakitnya..mohon dikasi contoh ya…..suksma

    • I Wayan Agus Eka said

      Sama saja dengan contoh di atas bu. Kalau hanya di rumah sakit dan dipotongnya sebagai tenaga ahli maka penghasilan tadi dinorma dulu dan pajak yang dipotong rumah sakit menjadi kredit pajak

  18. dwi said

    saya dan suami adalah dokter, status saya sampai sekarang tidak pernah berpraktek, hanya sbg IRT, suami sedang melanjutkan studi residensi, kami belum mempunyai penghasilan tetap, bagaimana status pajak kami?

    • I Wayan Agus Eka said

      Dari bahasa “belum mempunyai penghasilan tetap” mengindikasikan keluarga ibu ada penghasilan meskipun tidak tetap. Nah penghasilan tadi tetap harus dilaporkan dan dibayarkan pajaknya. Let say suaminya mengisi praktek di klinik misalnya. Meskipun misalnya si klinik tidak melakukan pemotongan namun penghasilan tadi (meskipun tidak tetap) tetap harus dilaporkan di SPT dan dibayarkan pajaknya. Penghitungannya serupa dengan perhitungan di atas

  19. eggy shania said

    bagian yg ini saya belum paham pak kenapa di bulan februari jumlah dasar pemotongan pajaknya ada 2 kali ?
    Februari
    80 juta 10 juta 50 juta 5% 500rb
    30 juta 80 juta 15% 4,5juta

    • I Wayan Agus Eka said

      Karena 10 jutanya masih di lapisan tarif pertama yang 50juta dan 30 juta sisanya sudah masuk ke lapisan tarif kedua

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

 
%d bloggers like this: