DAUN LONTAR

Karena Yadnya Yang Paling Utama adalah Pengetahuan (Jnana)

Archive for June, 2010

Kepastian yang Tetap Menyedihkan

Posted by I Wayan Agus Eka on June 29, 2010

Senin malam 28 Juni 2010, entah kenapa aku menulis status FB yang menyiratkan rasa kangenku dengan keluarga di Bali. Aku merindukan orang tuaku, adikku, kakekku dan saudara-saudara lainnya. Merekalah pahlawan-pahlawanku sehingga aku bisa mencapai seperti sekarang ini.

Keesokan harinya, saat mata ini baru terbuka sempurna, tanganku langsung membuka laptop kesayangan. Membuat susu dan memberi tubuh ini 4 keping regal yang aku campur dengan selai coklat sambil tanganku membuka-buka situs berita yang setiap pagi rutin aku lakukan. Sampai suatu ketika aku membuka salah satu tulisan di kompasiana, aku lupa judul dan pengarangnya siapa, namun satu makna penting yang aku tangkap dari tulisan itu ketika pada baris terakhirnya sang penulis mengatakan bahwa ketika kita kehilangan salah satu anggota keluarga maka Tuhan telah menutup salah satu pintu untuk berbuat baik.

Aku menganggap apa yang aku baca di pagi itu adalah sesuatu yang biasa saja, tidak ada istimewa karena saat itu aku menganggap tulisan itu sama saja dengan tulisan-tulisan inspiratif yang sering aku baca. Sampai siang aku melewatkannya dengan aktivitasku di kost dan mengunjungi kampus sebentar, sesuatu yang rutin aku lakukan beberapa hari belakangan setelah aku yudisium.

Sampai akhirnya sore hari sekitar jam 3, ketika aku di depan laptop browsing, tiba-tiba HP berbunyi. “Nyokap”, begitulah nama yang keluar dari HP ku yang menandakan bahwa yang menelpon adalah ibu. “Ah, paling ibu cuman nanyain apa aku sehat, apa sudah makan, lagi dimana” begitu gumamku sebelum mengangkat telponnya. Begitu aku angkat, tanpa memakai kata “halo” ibu langsung ngomong “gus, pekak sube mejalan” (nak, kakek sudah dipanggil), kata-kata yang begitu singkat namun langsung menohok dada ini. Aku berusaha tegar, menahan diri, namun suara ibuku yang sesenggukan akhirnya membuat aku juga tidak kuasa menahan air mata ini, sambil terbata aku hanya berujar “antosin bu, tyang lakar mulih” (tungguin saya bu, saya akan segera pulang).

Ya, kakekku memang akhirnya berpulang. Beliau memang sudah sangat lemah, sebulan terakhir bahkan praktis beliau tidak makan, hanya mengandalkan teh manis dan sesendok bubur tiap hari. Hampir 2-3 hari sekali aku nelpon pulang, ngobrol sama ibu/bapak dan selalu menanyakan bagaimana keadaan kakek, jawaban yang aku terima sama saja, beliau hanya minum teh manis dan sesendok atau dua sendok bubur. Terakhir, hari sabtu lalu aku menelpon sambil menunggu keberangkatan rombongan KMHB ke pura cinere, cukup lama waktu itu aku ngobrol ama bapak terutama ngobrolin kesehatan kakek, aku masih ingat saat itu aku meminta bapak untuk mencampurkan madu di teh yang biasa dia minum supaya ada energi yang masuk ke tubuhnya.

Baru aku menyadari, bahwa statusku di FB dan artikel kompasiana yang aku baca itu mungkin adalah firasat kalau aku harus pulang dan akan kehilangan salah satu anggota keluargaku. Tapi semuanya sudah terjadi, Tuhan mempunyai rencana yang lebih indah dari yang kita duga dan akhirnyapun kakekku bisa ketemu dengan nenekku yang sudah terlebih dahulu menghadapnya.

Bahwa semua yang hidup di dunia ini akhirnya akan mati adalah sebuah kepastian yang tidak akan dapat dihindari, namun meskipun merupakan sebuah kepastian tetap saja aku (mungkin juga Anda) merasakan kesedihan yang sangat ketika hal itu benar-benar terjadi. “Nah, mejalan sube pekak, cucun pekak niki tuah ngidang nunas ice mangde pekak nepukang marge ane rahayu, marge ane galang antuk sundih. Cingak-cingakin cucun-cucun pekake dini, yasang di kedituane apang makejang ngemolihang pasuecan widhi

kamar kos,  pk. 23.50, 29 Juni 2010

I Wayan Agus Eka

Advertisement

Posted in Daily Notes | Leave a Comment »

Pitoyo Amrih: The Darkness of Gatotkaca

Posted by I Wayan Agus Eka on June 27, 2010

“Kakang Narada, tolong pertemukan seorang putri bangsa raksasa dari Pringgandani dengan si tinggi besar Pandawa, Bratasena. Kumpulkan seluruh kesaktian bangsa dewa untuk mempercepat kehamilan Arimbi itu dan juga mempercepat kelahiran dan kedewasaan jabang bayi mereka” Begitulah sabda Batara Guru kepada Narada yang merupakan cikal bakal lahirnya Gatotkaca. Gatotkaca dilahirkan atas titah dewata untuk menyelamatkan negeri para dewa dari ancaman serbuan negeri raksasa bernama Gilingwesi.

Seketika ketika gatotkaca lahir dia langsung dilempar ke kawah candradimuka dan kemudian diberikan kesaktian oleh Narada, Empu Angganjali dan Empu Ramadi. Lelaku ini juga menciptakan tombak kecil yang diberi nama tombak Konta Wijayadanu yang memang diciptakan sebagai senjata satu-satunya yang dapat membunuh Gatotkaca dan kelak digunakan oleh Karna ketika perang Bharatayudha.

Novel ini menceritakan bagaimana Gatotkaca selalu menjadi pribadi yang diberikan tugas dan tanggung jawab besar bahkan dari sejak dia masih bayi. Bagaimana dia memusnahkan kerajaan Gilingwesi ketika usianya masih hitungan hari. Bagaimana kemudian dia juga membantu Arjuna membunuh Niwatakawaca, raksasa yang juga berusaha menaklukkan alam dewa. Bagaimana dia selalu terbang di langit kerajaaan Amerta (kerajaan dari Yudisthira, pamannya) untuk mengamankannya dari segala gangguan musuh.

Gatotkaca adalah pribadi pendiam, selalu melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dengan tuntas. Namun, di balik itu semua, Gatotkaca juga merupakan pribadi yang bengis dengan semua musuh-musuhnya, bahkan dia tanpa ragu membunuh Pamannya sendiri (Kalabendana) hanya karena Pamannya tidak bisa berbohong sesuai pintanya, satu-satunya kesalahan dalam hidupnya yang dia sadari dan sesali sampai akhir hidupnya.

Jasa-jasa Gatotkaca nyaris tanpa penghargaan dari siapapun. Ketika dia berhasil mengalahkan pasukan Niwatakawaca, justru Arjuna yang mendapat hadiah dari para Dewa. Keberhasilannya menjaga Amerta dari serangan musuh tidak mendapat pengakuan dari saudara-saudaranya. Alhasil, dia ibarat makhluk yang memang diciptakan ke dunia hanya sebagai senjata hidup yang  digunakan untuk kepentingan dewa dan pandawa.

Meskipun akhirnya dia menikahi Pregiwa dan memiliki seorang anak namun tetap saja tidak ada yang bisa memahami isi hatinya. Orang di sekelilingnya menganggap dia adalah pribadi yang kuat dan sakti sehingga merasa tidak perlu untuk memahami dan menyelami isi hatinya. Padahal Gatotkaca juga memiliki sifat-sifat manusia yang sangat membutuhkan kasih sayang, namun tanggung jawab yang besar yang dipikulnya semenjak lahir seolah-olah menutupi itu semua.

Dia selalu hidup dalam kesendirian. Dia selalu memendam dan menekan setiap rasa kecewa di dasar hatinya. Tak ada orang di sekitarnya yang bisa diajaknya berbagi. Dia terlalu angkuh untuk bisa mengutarakan setiap perasaannya. Dia selalu membawa beban rasa bersalah dalam dirinya. Dia selalu merasa sendiri di tengah kehangatan keluarga di sekitarnya.

Sebuah novel yang sebenarnya memiliki ide cerita yang sangat menarik karena bersumber dari salah satu mahakarya terbesar umat manusia, Mahabarata. Namun demikian, pemilihan kata yang berulang-ulang membuat saya agak sedikit kebosanan membacanya meskipun kelemahan itu tertutupi karena memang ide dasar cerita yang menarik.

Akhirnya ijinkan saya mengutip salah satu kalimat pada halaman awal novel ini bahwa novel ini adalah “untuk para patriot yang terkadang hidup dalam kesendirian di tengah keriuhan”. Mungkin Anda(saya)lah salah satunya.

I Wayan Agus Eka

Posted in Book that i've read | 4 Comments »

Ketika Menerima pun Membutuhkan Keikhlasan

Posted by I Wayan Agus Eka on June 4, 2010

“Ketika kita memberikan sesuatu kepada orang lain, memberilah dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan”, saya rasa kata-kata inilah yang sering diajarkan oleh orang tua kita masing-masing ketika masih kecil dahulu. Sebuah kata-kata bijak yang menjadi pondasi perilaku baik seorang anak manusia. Namun sadarkah kita bahwa keikhlasan tidak hanya dibutuhkan ketika memberi namun juga keikhlasan juga harus menjadi pondasi hati ketika menerima sesuatu dari orang lain.

Ketika menerima pun kita membutuhkan keikhlasan, keikhlasan apakah yang kita bangun? tidak lain adalah keikhlasan hati, sebuah bentuk penyadaran diri untuk secara sadar menerima pemberian orang lain sebagai sebuah ungkapan kasih sayang dan perhatian. Keikhlasan hati juga berarti sebuah sikap mewarnai hati ini dengan bangunan-bangunan prasangka yang positif dengan menghindari prasangka bahwa ada pamrih yang diharapkan oleh orang yang memberi.

Menyadari hal itu maka sikap menolak merupakan cerminan dari ketidakikhlasan. Menolak muncul dari sikap tidak enak, takut merepotkan, takut tidak bisa membalas, dan yang lebih ekstrem adalah takut karena ada sesuatu yang diharapkan sang pemberi. Semua respon tadi adalah respon negatif yang menjadikan diri ini menjadi pribadi yang negatif pula.

Memang ketika menerima kita juga harus melihat pribadi si pemberi, kita harus mampu memberikan penilaian secara tepat mengenai tindakan yang dia lakukan. Namun proteksi yang berlebihan terhadap diri pribadi justru akan membangun jembatan negatif di dalam diri. Sadar atau tidak ketika hati ini sudah diliputi ketakutan yang berlebihan untuk menerima sesuatu karena takut tidak bisa membalas atau dimintai imbalan, maka seketika itu juga kita sudah mengotori kesucian hati ini dengan prasangka-prasangka.

Bahwa yang memberi telah berbuat baik dan patut mendapatkan pahala adalah sesuatu yang tidak kita nafikan, namun bukan berarti perbuatan memberi itu menimbulkan kewajiban bagi yang menerima untuk membalasnya. Alam semesta (baca: Tuhan) sudah memiliki mekanisme hukum yang sangat sempurna untuk menangani hal ini. Alamlah yang akan mencatatnya dalam buku pahala dan suatu saat alam juga yang akan memberikan balasan yang setimpal atas perbuatan baik si pemberi. Alam akan melakukannya melalui tangan-tanganNya yang ada di dunia ini dan tidak harus melalui tangan sang penerima.

Sikap menerima dengan ikhlas juga merupakan sikap menerima dengan tulus jawaban dari doa-doa yang kita panjatkan sehari-hari kepadaNya. Pernahkah kita mendengar cerita seorang pendeta yang kuilnya dilanda banjir namun tetap bersikukuh menolak bantuan dari sesamanya dengan alasan bahwa Tuhan sendiri yang akan datang menolongnya. Ketika kematian akhirnya menjemput, di Surga pendeta itu mempertanyakan sikap Tuhan yang tidak menolongnya. Namun tahukah anda apa jawaban Tuhan? “Saya sudah datang menyelamatkan anda dengan menawarkan truk, mengajak naik perahu karet dan helikopter, namun Anda tetap menolaknya”. Kita tidak akan pernah tahu bahwa tangan yang memberikan kita sesuatu adalah tangan Tuhan yang berusaha menjawab doa-doa kita, karena Tuhan akan menolong kita dalam bentuk yang paling gampang diterima manusia. Jadi, disamping tetaplah memberi sesama dengan ikhlas maka tetaplah juga membangun keikhlasan ketika menerima.

I Wayan Agus Eka

Posted in Daily Notes | 3 Comments »

Joseph Murphy: The Power of Your Subconscious Mind

Posted by I Wayan Agus Eka on June 3, 2010

This book is another book that i’ve read that delineate about how to make miracle using your mind power. The secret of all of our happiness is within ourself called subconscious mind. Our subconscious mind is the builder of your body and can heal you from all the diseases.

Your subconscious mind is your trusted soldier and you are the captain of your life, so the right order as a captain is important in directing the ship. As a captain, your direction must be in positive term, never use “i can’t do it” or “i can’t afford it”. When you use those term, your subconscious mind will make that happen in reality. Remember that your subconscious mind is always working in every single step of your life, so when you start complaining something for example, your subconscious mind will make it happen and you’ll get the bad result in reality.

The law of life is all about believing. Do not believe in something that can hurt you, just believe that your subconscious mind not only will solve all of your problems but also can inspire, strengthen and prosper you. Many people said that we can’t change our destiny, the book said that it is wrong, the destiny come from our thought so if you want to change your destiny, the first thing that you have to do is change your thought in positive way.

From this book, now i know why praying is so powerful. Praying is about hope, it is about what someone want to happen in the reality. Praying is always built by positive sentence and unwittingly, when we are praying we are giving a direct order to our subconscious mind to work to make it real. These can explain to us why there is so many miracle happen in this world as a result of praying.

The book is another book about thinking positively that i have read before. “You can if you think you can” by Norman Vincent Peale, or a series of inspirational stories in “Chicken Soup for the Soul” by Jack Canfield or Rhonda Byrne in “The Secret” and many other books have the same message that the key of happiness, joyfulness and prosperity is all about how you use your mind to keep working in a positive way.

I Wayan Agus Eka

unwittingly

Posted in Book that i've read | Leave a Comment »

Pajak Penghasilan untuk Dokter

Posted by I Wayan Agus Eka on June 2, 2010

Tulisan ini adalah respon dari permintaan teman-teman saya yang kebetulan berprofesi sebagai dokter. Mudah-mudahan membantu mereka dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Read the rest of this entry »

Posted in Taxes | Tagged: , | 35 Comments »