Ketika Politik Memperkosa Adat
Posted by I Wayan Agus Eka on April 7, 2010
Masuklah ke link ini dan Anda akan membaca berita perebutan kursi bupati di salah satu kabupaten di kampung saya. Hanya satu kata yang keluar dari mulut saya setelah membaca berita ini “GILA”, iya gila, tidak ada kata-kata lain yang pas untuk menggambarkan “kebiadaban” beberapa oknum yang memaksakan kehendaknya dengan menggunakan kedok adat dan awig-awig.
GILA karena keputusan yang dibuat benar-benar di luar nalar saya sebagai seorang manusia. Sebagai manusia memang kita ditakdirkan terikat dengan namanya aturan yang membelenggu perilaku kita sehingga muncullah lembaga pembelenggu yang membuat aturan tersebut yang dikenal dengan nama negara. Namun jangan pernah melupakan hakikat setiap manusia sebagai makhluk bebas, makhluk yang memiliki kebebasan untuk menentukan sikap dan pilihan tanpa harus dicampuri bahkan dipaksakan oleh orang atau lembaga tertentu termasuk di dalamnya kebebasan dalam menentukan pilihan dalam pemilukada.
Bertambah GILA ketika pemaksaan ini menggunakan sarana yang bernama adat lengkap dengan instrumen-instrumennya berupa pesangkepan, kelian adat, bendesa adat bahkan menggunakan awig-awig sebagai pecut yang akan mencambuk bagi yang melanggar keputusan. Denda 4 juta pun digunakan untuk menakut-nakuti seperti lelakut di tengah sawah.
Adat dan perangkatnya adalah komponen sakral pada tatanan sosiologis masyarakat di Bali, tidak bisa kita pungkiri bahwa adat beserta sanksinya mungkin lebih ditakuti oleh masyarakat Bali dibandingkan dengan hukum positif di negara ini. Kenyataan inilah yang dimanfaatkan oknum-oknum partai tertentu untuk memuluskan tujuannya karena keyakinan bahwa masyarakat pasti akan menurut daripada harus dikenakan sanksi kesepekang atau tidak diijinkan sembahyang di kahyangan setempat.
Adat haruslah steril dari kepentingan politik, adat harus tetap perawan dari kepentingan-kepentingan perebutan kekuasaan. Adat hendaknya tetap ditempatkan sebagai benteng kebudayaan dalam menjaga Bali sekarang dan di masa datang bukan sebagai sarana pemaksaan kehendak bahkan pemerkosaan pilihan politik. Saya hanya bisa menulis, saya hanya bisa mengeluh di blog ini, namun saya tidak diam.
I Wayan Agus Eka
zou said
ironis ..
makin carut marut saja kehidupan politik di negeri kita ini ..
sama sekali tidak dewasa .. 😦
benar, politik seharusnya dibersihkan dari segala macam dalih ajaran agama, juga adat istiadat. Atau kebalikannya, ajaran agama dan adat istiadat harus dibersihkan dari pemanfaatan pihak2 yang hendak berpolitik ?
I Wayan Agus Eka said
Setuju zo..
trickstory said
waaah…. ini termsuk belum seberapa dibanding pilgub dulu… benar2 sistematis terornya
Rah Wirawan said
Bukan politik yang menjadi aktor utamanya. Lagi-lagi adalah uang yang menunggangi politik.
Adat sendiri bisa dianggap menjadi sebabnya, kenapa? karena adat saat ini dijalankan seperti menjalankan sebuah perusahaan yang perlu sumber dana untuk mewujudkan ‘aktifitasnya'(kadang hanya keinginan tetua adat dan kelompoknya).