Setiap kali menjelang hari raya Saraswati saya selalu seperti kembali ke masa kecil ketika masih sekolah dasar di kampung halaman. Bangun pagi terus mandi dan berpakaian sembahyang, kemudian dengan membawa sesajen berjalan kaki bersama teman-teman ke sekolah untuk sembahyang. Sepulang sekolah, ibu pasti nyuruh supaya buku-buku dikumpulkan di sanggah untuk dibanteni. Ya, begitulah rutinitas ketika hari itu tiba.
Kala itu terasa sangat menyenangkan mungkin karena Saraswati masih bermakna hari libur bagi saya, saya tidak harus belajar (kan ada mitos pas Saraswati tidak boleh baca), tidak harus buat PR ditambah ke sekolah dengan berpakaian yang berbeda dengan hari-hari biasanya. Masih belum terasa aura hari raya yang suci dan penuh makna. Namun sekarang, tatkala saya sudah mulai belajar dan sedikit memahami makna Saraswati saya sangat merindukan masa-masa itu. Masa-masa dimana saya bisa berhari raya bersama keluarga dan teman-teman sekolah yang mungkin sangat sulit bisa diulangi pada masa saya sekarang.
Meskipun ketika kecil, dengan vidya (pengetahuan) yang masih terbatas, dimana saya hanya memahami hari raya sebagai hari libur namun ada satu makna kecil yang sebenarnya menurut saya menjadi salah satu esensi dari sebuah hari raya yaitu kebersamaan. Kebersamaan karena hari raya adalah saat kita berkumpul dengan teman-teman, ayah, ibu, saudara dan keluarga lainnya.Saat kita bisa bercengkrama melepas rutinitas sehari-hari, saat kita bisa menanyakan kabar saudara kita, saat kita bisa mengambilkan makanan untuk pekak (kakek) dan dadong (nenek) yang kalau hari biasa saya bisanya hanya minta uang jajan ke beliau.
Hal ini justru menjadi sebuah antitesis pada saat sekarang ketika saya sudah besar dan mulai memahami apa makna dari sebuah hari raya. Kehidupan modern dimana di setiap rumah sudah ada kitab suci dan orang-orang mulai hafal dengan mantram Kramaning Sembah serta avidya (kebodohan) yang katanya sudah mulai terhapuskan malah justru meninggalkan semangat kebersamaan ketika berhari raya. Kini, ketika Saraswati, kita hanya datang (mungkin ke pura Aditya Jaya Rawamangun), sembahyang trus pulang. Ketika sembahyangpun mungkin kita tidak mengenal siapa yang duduk di sebelah kita ataupun berusaha untuk mengenalkan diri dan sekadar mengucapkan selamat Saraswati. Ya, rasa kebersamaan itu mungkin sudah mulai terkikis sedikit demi sedikit.
Memaknai hari raya sangat penting karena dengan memaknainya kita memelihara hubungan vertikal kita dengan Sang Pencipta, namun hendaknya kita tidak melupakan hubungan horizontal kita sebagai sesama manusia. Saya sangat rindu dengan masa kecil saya yang meskipun dengan pengetahuan agama yang terbatas namun sangat menikmati arti dari sebuah kebersamaan.
Selamat Hari Raya Saraswati…