Aspek PPh Badan dalam Production Sharing Contract
Posted by I Wayan Agus Eka on July 18, 2009
Pendahuluan
Production Sharing Cotract (PSC) merupakan sebuah kontrak kerja sama antara pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh BP Migas dengan kontraktor yang didasarkan pada prinsip bagi hasil produksi berdasarkan persentase tertentu yang disepakati.
Pemberlakuan UU No 22 tahun 2001 tentang Migas membawa perubahan yang cukup mendasar pada regulasi migas di Indonesia. Sebelum pemberlakuan UU tersebut Pertamina mempunyai fungsi ganda sebagai wakil pemerintah (regulator) sekaligus sebagai kontraktor. Namun dengan pemberlakuan UU tersebut, fungsi regulasi dilaksanakan oleh suatu badan baru yang dinamakan BP Migas dan BPH Migas. Pertamina dikembalikan sebagai perusahaan negara yang fokus pada usaha untuk menghasilkan laba dan hal ini dibuktikan dengan diubahnya status Pertamina menjadi PT Pertamina (Persero) dengan dikeluarkannya PP Nomor 31 tahun 2003.
PSC
Prinsip umum dari PSC adalah segala resiko yang muncul dari kegiatan ini menjadi tanggung jawab kontraktor termasuk segala macam biaya yang timbul sebelum kegiatan produksi dimulai. Apabila produksi gagal maka biaya tersebut tidak dapat dipulihkan (unrecoverable) namun apabila menghasilkan maka kontraktor pada prinsipnya akan menerima pemulihan atas biaya-biaya tersebut (cost recovery), investment credit, serta yang terakhir akan menerima bagi hasil atas sisa produksi berdasarkan persentase yang telah disepakati.
Karakteristik umum PSC antara lain:
- Jangka waktu PSC sesuai dengan UU Migas adalah 30 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 20 tahun.
- Minyak dan gas yang dihasilkan tetap merupakan milik Pemerintah sampai pada titik penyerahan.
- Pengendalian manajemen operasi berada di tangan BP/BPH Migas.
- Adanya kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).
- Biaya eksplorasi, biaya produksi, amortisasi biaya eksplorasi dan pengeluaran modal akan dipulihkan dari produksi (cost recovery).
- Bonus-bonus yang dibayarkan tidak dapat dipulihkan (non cost recovery) namun bersifat deductable dalam perhitungan PPh.
- Semua peralatan, mesin, persediaan, perlengkapan yang dibeli oleh kontraktor dan dibawa ke Indonesia menjadi milik BP Migas ketika tiba di Indonesia.
- Diperkenalkan First Tranche Petroleum (FTP) yang berguna untuk menjamin pemerintah mendapatkan bagian produksi. FTP dihitung sebelum memperhitungkan cost recovery dan investment credit. FTP nantinya juga akan dibagi ke Pemerintah dan kontraktor. Persentase FTP bervariasi antara 15-20%
Bagi Hasil Minyak
MInyak yang tersisa setelah memperhitungkan FTP, Cost Recovery dan Investment Credit akan dibagi ke kontraktor dan BP Migas (Pemerintah). Tabel berikut menggambarkan besaran pembagian hasil tersebut dari beberapa generasi PSC di Indonesia beserta dengan tarif pajaknya
|
Setelah UU Migas |
PSC Provinsi Bag Timur 1995 |
PSC 1995 |
PSC 1984-1994 |
PSC Lama |
|
Setelah UU 36 2008 |
Sebelum UU 36 2008 |
|||||
Corporate Tax | 28% | 30% | 30% | 30% | 35% | 45% |
Deviden Tax (20%) | 14,4% | 14% | 14% | 14% | 13% | 11% |
Total Income Tax | 42,4% | 44% | 44% | 44% | 48% | 56% |
Bagi Hasil Setelah Pajak: | ||||||
Pemerintah | Tergantung negosiasi msg2 PSC | 65% | 85% | 85% | 85% | |
Kontraktor | Tergantung negosiasi msg2 PSC | 35% | 15% | 15% | 15% | |
Bagi Hasil untuk Kontraktor Sebelum Pajak: | ||||||
Tergantung negosiasi msg2 PSC |
62,5% |
26,79% |
28,85% |
34,09% |
PPh Badan
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 31 UU Migas bahwa penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu adalah pajak-pajak dan PNBP. Dalam Kontrak Kerja Sama ditentukan bahwa kontraktor dapat memilih apakah kewajiban membayar pajak dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku saat kontrak ditandatangani atau sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Pada prinsipnya PSC harus membayar PPh Badan dan pajak final atas laba setelah pajak (Branch Profit Tax/BPT). Dari tabel di atas dapat diketahui besaran tarif pajak efektif (setelah menggabungkan tarif PPh Badan dan BPT) untuk masing-masing generasi PSC. Dari tabel tersebut di atas juga dapat diketahui bahwa sebelum pemberlakuan UU Migas, bagi hasil setelah pajak antara pemerintah dan kontraktor yaitu 85/15 dan 65/35, namun dengan pemberlakuan UU Migas maka bagi hasil untuk masing-masing PSC bersifat unik dan tergantung dari hasil negosiasi antara kedua belah pihak.
Dari tahun 1960-1970, kontraktor akan mendapatkan bagiannya dalam basis netto yang berarti bahwa pembayaran pajaknya dilakukan oleh Pertamina sebagai regulator waktu itu atas nama kontraktor. Namun semenjak 1970 metode ini berubah menjadi basis bruto yang berarti bahwa kontraktorlah yang melakukan pembayaran pajak kepada negara sehingga penghitungan penghasilan kena pajak menjadi sangat diperlukan.
Perlakuan Biaya
Berkaitan dengan perubahan metode netto menjadi metode bruto maka dalam menghitung penghasilan kena pajak Indonesia menggunakan asas yang disebut dengan “uniformity principle”. Prinsip ini menyatakan bahwa biaya-biaya yang boleh dipulihkan (cost recovery) menurut kontrak PSC harus sama dengan biaya-biaya yang boleh dikurangkan (deductable) menurut UU PPh. Pengecualian dari asas ini adalah pembayaran signature bonus, education bonus, dan crude oil production bonus oleh kontraktor kepada pemerintah. Pembayaran bonus-bonus ini bersifat dapat dikurangkan (deductable) dalam penghitungan penghasilan kena pajak namun tidak boleh dimasukkan dalam penghitungan cost recovery.
Pada prinsipnya dalam menghitung penghasilan kena pajak, penentuan biaya-biaya yang dapat dikurangkan tetap menggunakan prinsip-prinsip yang dijelaskan pada pasal 6 ayat (1) UU PPh sebagaimana disebutkan dalam KMK Nomor 458/KMK.012/1984. Dalam KMK ini juga dijelaskan definisi penghasilan bruto adalah nilai uang yang direalisir Kontraktor dari produksi bagiannya yang terjual. Dari definisi ini dapat diketahui bahwa penghasilan bruto kontraktor berasal dari bagiannya berupa minyak yang berasal dari FTP dan Equity to be split (lebih jelas dapat dilihat pada ilustrasi soal di bagian terakhir).
Perlakuan Sumbangan
Perlakuan atas sumbangan yang dilakukan kontraktor merujuk pada S-1111/MK/1985, yang menyebutkan bahwa perlakuan sumbangan sesuai dengan prinsip umum dalam UU PPh yang bersifat non deductable. Namun disebutkan pula, supaya dapat dikurangkan maka sumbangan tersebut dapat dilakukan dalam bentuk investasi sehingga dapat dibebankan melalui mekanisme penyusutan dan setelah disusutkan sepenuhnya maka dapat dihibahkan.
Perlakuan Biaya Pra Produksi
Perlakuan atas biaya pra produksi merujuk pada S-316/MK.012/1986 yang menegaskan bahwa biaya yang menjadi beban dalam masa praproduksi (preproduction cost) sampai saat dimulainya produksi komersial dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Ilustrasi penghitungan pajak PSC dengan menggunakan asumsi tarif efekti 44% dan proporsi bagi hasil setelah pajak 85/15.
1 |
Penghasilan Bruto | 5,000,000 |
2 |
FTP 20% x (1) | 1,100,000 |
3 |
3,900,000 | |
4 |
Cost Recovery | 1,000,000 |
5 |
Equity to Be Split, ETBS (3)-(4) | 2,900,000 |
Bagian kontraktor
|
||
6 |
Dari FTP 26,79% x (2) | 294,690 |
7 |
Dari ETBS 26,79% x (5) | 776,910 |
8 |
Penghasilan Kena Pajak (6)+(7) | 1,071,600 |
9 |
Pajak (PPh Badan dan BPT) 44% x (8) | 471,600 |
10 |
Bagian Bersih Kontraktor (8)-(9) | 600,000 |
Bagian Pemerintah
|
||
11 |
Dari FTP 73,21% x (2) | 805,310 |
12 |
Dari ETBS 73,21% x (5) | 2,123,090 |
13 |
Dari Pajak (9) | 471,600 |
14 |
Total Bagian Pemerintah (11)+(12)+(13) | 3,400,000 |
I Wayan Agus Eka
resti said
Allow mas,
Menarik bgt tulisannya. Kalau boleh tahu bagan di tulisan ini dikutip dari mana yah? saya lg nyusun thesis dan pengen masukin bagan tsb (tentunya perlu referensi).
Thanks yah,
Resti
I Wayan Agus Eka said
sumber2nya dari internet sih mbak, saya hanya sedikit mengembangkan saja, maaf kalau tidak membantu
cantrik bayuaji said
Silakan ke Kantor Pussat Ditjen Pajak pada unit Direktorat Penyuluahn di Jalan Gatot Subroto 42 46 Jakarta Selatan.Gedung B Lantai I
“Peran Pajak Dari Sektor Industri Migas Untuk Pertumbuhan Iklim Ekonomi Indonesia” « tepenpandjaitan said
[…] [3] https://iwayanaguseka.wordpress.com/2009/07/18/aspek-pph-badan-dalam-production-sharing-contract/ […]